Interpretasi Lagu “April–Fiersa Besari” dalam Kacamata Tasawuf

Oleh Eveline Ramadhini

Setiap lagu akan memiliki makna berbeda bagi siapa yang mendengarkan. Orang yang sedang jatuh cinta, tentu akan mengingat pada yang dicintai. Pun patah hati, sama halnya. Belakangan ini, lagu bertemakan cinta antara lelaki dan perempuan senantiasa booming. Bagai kisah-kisah yang tak pernah usai, lagu tentang cinta selalu diperbaharui. Lagu bertemakan cinta senantiasa jadi yang paling favorit bagi anak muda. Tetapi, apakah hakikat cinta itu?

Salah satu kisah yang masyhur sejak jaman dulu tentang cinta antara laki-laki dan perempuan diabadikan dalam Al-Qur`an: Yusuf dan Zulaikha. Zulaikha sang istri Petinggi bertekuk lutut akan ketampanan Sang Yusuf, sang buah hati yang ia urus sejak masih belia. Zulaikha menemukan sosok keindahan yang tak terperi yang ia pendam begitu lama. Demi mendapatkan perhatian Yusuf, ia mengorbankan reputasi sebagai istri sang Petinggi, dan tentunya juga status sosial dan harga dirinya sebagai wanita.

Yusuf pun sudah memendam cinta sejak dulu, hanya saja Yusuf menahannya. Dalam Qur`an Surat Yusuf [12] ayat 24, Allah mengabadikan perasaan Yusuf yang disebut dalam term himmah yang bermakna keinginan syahwat. “Sesungguhnya wanita itu telah bermaksud (melakukan perbuatan itu) dengan Yusuf, dan Yusuf pun bermaksud (melakukan pula) dengan wanita itu andaikata dia tidak melihat tanda (dari) Tuhannya…”

Dalam beberapa tafsir semisal Ibnu Katsir, Yusuf berharap suatu hari nanti dapat memperistri Zulaikha. Sementara dalam tafsir Jalalain disebutkan, pada episode tersebut muncullah Nabi Yaqub yang memukul dada Nabi Yusuf, sehingga dianggap sebagai sebuah tanda untuk menghentikan perbuatan itu.

Dalam buku “Cinta Bagai Anggur” yang ditulis oleh Syaikh Muzaffer Ozak dikabarkan, bahwa setelah Zulaikha diusir dan dipecat sebagai istri petinggi, ia menggelandang. Berkebalikan dengan sang Yusuf, ia menjadi perdana menteri yang begitu dihormati. Hingga suatu waktu, Yusuf mencarinya kembali dan menginginkan agar Zulaikha menjadi istrinya.

Di dalam pasar yang kumuh dan baju yang lusuh, Zulaikha pun ditemukan oleh Yusuf yang tampan dan makin berwibawa itu. Yusuf meminta dirinya untuk menjadi istri, namun apa yang terjadi? Dengan mata yang bercahaya, Zulaikha berkata, “Tidak, Yusuf. Cintaku yang begitu besar padamu dulu, tidak lain hanyalah sebuah hijab yang ada di antara aku dan Sang Kekasih. Kini aku telah menemukan Kekasihku yang sesungguhnya, sehingga aku tidak lagi membutuhkan cinta darimu.”

Bukankah kisah ini akan selalu berulang dalam kehidupan manusia? Mari kita kembali pada lirik lagu kekinian yang menyentuh hati bagi siapapun yang mendengarnya. Lagu “April” ciptaan Fiersa Besari yang sudah dirilis sejak tahun 2014 yang ada dalam album “Tempat Aku Pulang” ini menorehkan cerita yang kurang lebih sama: sebuah kasih yang tak sampai. Dalam interpretasi sederhana, lagu ini sudah cukup membuat miris bagi yang mengalami itu. Tapi, mari kita gunakan kacamata lain sejenak: kacamata tashawwuf.

Saat kau terlalu rapuh/
pundak siapa yang tersandar?/
tangan siapa yang tak melepas?/
Kuyakin Aku

Pada lirik di atas, mari kita mengganti kata “aku” dalam lirik di atas menjadi “Aku”. Kita seringkali merasa sendiri atau terzalimi oleh kehidupan. Saat-saat yang rapuh dan menyedihkan, kepada siapakah kita selama ini bersandar? Kepada siapa kita mengandalkan ketika sudah tak punya cara apapun selain bersimpuh? Di situlah “pundak” Allah selalu tersedia. Allah tak pernah melepas kita; tak lupa memberi rizki meski kita selalu lalai dan pongah. Bahkan, meski kita senantiasa mengeluh tentang ini dan itu. Rumi berkata, “Luka adalah tempat masuknya cahaya ke dalam dirimu.” Jika tak ada kesakitan, akankah kita bisa bersujud dengan dalam?

Bahkan saat kau memilih/
untuk meninggalkan Aku/
Tak pernah lelah menanti/
karena kuyakin kau akan kembali/

Bayangkanlah ketika Allah berkata demikian kepada kita. Dia tak pernah lelah menunggu hamba-hamba-Nya untuk bertaubat (kembali) kepada-Nya. Taubat berasal dari kata taaba yang artinya kembali yang banyak disebutkan dalam Al-Qur`an. Tetapi siapakah yang Dia minta untuk bertaubat? Orang-orang yang beriman. Hal ini tercantum dalam QS At-Tahrim [66]: 8, “Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubat yang semurni-murninya, mudah-mudahan Tuhan kamu akan menghapus kesalahan-kesalahanmu dan memasukkan kamu ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai…

Taubat dalam konteks ayat ini tidak selalu mengenai konsep “hijrah” dari kebatilan menuju kebaikan. Tetapi, taubat dalam konteks ini ialah untuk kembali untuk mencari Dia. Kembali untuk mencari siapa Dia, dan muncul keinginan untuk mengenal-Nya. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Muslim nomor 2747 dijelaskan, bahwa Allah sangat gembira dengan pertaubatan yang dilakukan oleh hamba-Nya seperti seorang musafir yang telah kehilangan unta dan perbekalan, namun ia tiba-tiba kembali lagi.

Sesungguhnya Allah sangat gembira dengan taubat hamba-Nya ketika ia bertaubat pada-Nya melebihi kegembiraan seseorang di antara kalian yang berada di atas kendaraannya dan berada di suatu tanah yang luas (padang pasir), kemudian hewan yang ditungganginya lari meninggalkannya. Padahal di hewan tunggangannya itu ada perbekalan makan dan minumnya, sehingga ia pun menjadi putus asa. Kemudian ia mendatangi sebuah pohon dan tidur berbaring di bawah naungannya dalam keadaan hati yang telah berputus asa. Tiba-tiba ketika ia dalam keadaan seperti itu, kendaraannya tampak berdiri di sisinya, lalu ia mengambil ikatnya. Karena sangat gembiranya, maka ia berkata, ‘Ya Allah, Engkau adalah hambaku dan aku adalah Rabb-Mu.’ Ia telah salah mengucapkan karena sangat gembiranya.”

Betapa gembiranya Allah melihat hamba-Nya yang bertaubat. Betapa setiap waktu, Allah selalu memanggil kita untuk kembali. Dalam Kitab Tajalliyat Ilahiyah yang ditulis oleh Ibnu Arabi, Allah seolah berkata-kata. Sangat dalam dan memilukan.

Wahai, kekasih!

Betapa sering seruan-Ku menyapamu, tetapi engkau tak kunjung mendengar

Betapa sering kehadiran-Ku menerpamu, tetapi engkau tak kunjung melihat

Betapa sering keharuman-Ku menjamahmu, tetapi engkau tak kunjung mencium, engkau tak jua merasa

Mengapa engkau tidak merasakan-Ku pada setiap wujud yang kausentuh?

Mengapa engkau tidak menyadari-Ku pada setiap bau yang kaucium?

Mengapa engkau tidak melihat Aku?

Mengapa engkau tidak mendengar Aku?

Mengapa?

Wahai, kekasih!

Aku dibakar cemburu olehmu

Aku tidak suka melihat engkau bersama yang lain,

tidak pula bersama dirimu sendiri.

Jadilah milik-Ku, dan diamlah bersama-Ku

Aku akan bersamamu manakala engkau bersama-Ku,

sekalipun engkau tidak menyadarinya.

Wahai, kekasih,

Bersatulah, bersatulah!

Wahai, kekasih,

Mendekatlah, mendekatlah!

Mari kita bergandeng tangan,

Melangkah di atas jalan Kebenaran

Agar kita dapat menyatu selamanya.

Demikianlah interpretasi yang dapat disajikan per hari ini, dengan pemahaman hari ini. Setiap pemahaman tentu bisa berubah, untuk memahami kebenaran yang sebenar-benarnya. Mari kita berdiskusi. Semoga tulisan ini bermanfaat menemani hari-hari Anda di rumah. [ ]