BOLEHKAH MENYANDARKAN DIRI PADA AMAL?

Eveline Ramadhini

Ibnu Atha’illah Al-Iskandari (1250-1309) dalam kitab Al-Hikam menjelaskan pada bait satu tentang bersandar pada amal. “Di antara tanda-tanda orang yang senantiasa bersandar kepada amal-amalnya, adalah kurangnya ar-raja’ (rasa harap kepada rahmat Allah) di sisi alam yang fana (hilang).

Sebagai seorang muslim, tentu akan melaksanakan berbagai kewajiban yang tertera pada rukun Islam, yaitu bersyahadat, shalat, puasa, zakat dan melakukan ibadah haji. Dalam pelaksanaannya, mengharap pahala sebagai bekal agar masuk syurga merupakan sesuatu yang lumrah sering kita dengar.

Seseorang dalam melakukan ibadah, hendaknya berharap akan rahmat dari Allah Ta’ala. Karena, Rasulullah sendiri yang merupakan Nabi dan Rasul, tidak akan masuk surga tanpa rahmat dari Allah. Dalam hadits riwayat Bukhari Muslim, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Tidaklah seseorang masuk surga dengan amalnya.” Ditanyakan, “Sekalipun engkau, wahai Rasulullah?” Beliau bersabda, “Sekalipun saya, hanya saja Allah telah memberikan rahmat kepadaku,”

Ketika beribadah, hendaknya tidak bersandar pada amal-amalnya. Pasalnya, amal tersebut tidak dapat dijadikan sesuatu yang diandalkan agar merasa aman ketika menghadap di sisi Allah Ta’ala. Hal yang terpenting dalam melakukan suatu ibadah ialah meningkatnya harapan agar Allah meridhoi ibadahnya, hingga memberikan rahmat kepadanya.

Kita bisa melihat suatu contoh dari sabda Rasul, bagaimana seseorang bisa diampuni masuk surga hanya karena memberi minum seekor anjing. Padahal wanita tersebut merupakan pelakon dari dosa besar. Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu dari Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda, “Seorang wanita pezina telah mendapatkan ampunan. Dia melewati seekor anjing yang menjulurkan lidahnya di pinggir sumur. Anjing ini hampir saja mati kehausan, (melihat ini) si wanita pelacur itu melepas sepatunya lalu mengikatnya dengan penutup kepalanya, lalu dia mengambilkan air untuk anjing tersebut. Dengan sebab perbuatannya itu, dia mendapatkan ampunan dari Allah Azza wa Jalla.” HR Imam Bukhari. Hadits shahih tersebut menjelaskan, bahwa Allah Ta’ala akan memberi ampunan dan rahmat kepada yang dikehendaki oleh-Nya, tak mengenal waktu dan tempat maupun keadaan.

Jika masuk surga semata karena rahmat Allah, kemudian untuk apa beramal? Kita beramal semata-mata untuk menarik Allah Ta’ala agar memberikan rahmat kepada hamba-Nya. Menarik rahmat-Nya adalah dengan memanifestasikan sifat Ar-Rahman atau Rahmaniyah (sifat memberi atau kepemurahan). Seperti kepada kasus seorang pelacur yang memberi minum seekor anjing tadi, ia telah Allah tarik dalam rahmat dan ampunannya, karena ia memberi dan memiliki sifat kepemurahannya kepada sesama makhluk.

Allah berfirman “Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang yang berhijrah dan berjihad di jalan Allah, mereka itu mengharapkan rahmat Allah, dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. QS Az-Zukhruf: 72. Berharap rahmat Allah merupakan sesuatu yang paling utama daripada yang lain. Bahkan, hal ini juga telah diajarkan dalam Al-Qur’an yang mulia dalam surat Al-Kahfi [18]: ayat 10 “Wahai Tuhan kami, berikanlah rahmat kepada kami dari sisi-Mu dan sempurnakanlah bagi kami petunjuk yang lurus dalam urusan kami (ini).”

Pernah dipublikasikan di: https://wartapilihan.com/bolehkah-menyandarkan-diri-amal/