Mengenal Cyrus yang Agung (Cyrus II)

Photo by Mahsima Sojoudi

( Photo by Mahsima Sojoudi: https://www.pexels.com/photo/wood-art-texture-vintage-8652162/ )

Cerita mitos dari seorang Cyrus yang Agung telah disampaikan dari generasi ke generasi. Menurut catatan Herodotus (450 SM), ia memilih versi yang menakjubkan seputar kisah kelahiran dan masa muda Cyrus. Kisah itu adalah sebagai berikut.

Kerajaan Persia tengah dikuasai oleh Kerajaan Medes. Persia dipimpin oleh Raja Cyraxes, yang kemudian digantikan oleh anaknya, Astyages—yang memiliki anak perempuan bernama Mandane. Suatu hari ia bermimpi tentang anaknya. Air keluar dari tubuh anaknya, membanjiri seluruh kota dan dataran Asia. Ia menyampaikan mimpi itu kepada para ahli tafsir mimpi kerajaan dan menjadi demikian ketakutan setelah mereka menjelaskan makna mimpi itu kepadanya.

Ketika Mandane beranjak dewasa, sang ayah menikahkannya bukan dengan sesama orang Medes lainnya, tapi kepada seorang pemuda Persia bernama Cambyses. Lelaki ini berasal dari keluarga baik dan menjalani kehidupan yang sederhana. Sang raja memandangnya dari kalangan rendah, bukan bangsa kelas menengah Medes. Bisa jadi ini adalah langkah raja untuk mencegah mimpinya menjadi nyata.

Setelah Mandane menjadi istri dari Cambyses, Raja Astyages mendapatkan mimpi lain di tahun pertama. Ia bermimpi sebuah pohon anggur tumbuh dari pangkuan puterinya. Pohon anggur ini tumbuh membesar hingga meliputi seluruh Asia. Setelah menanyakan makna mimpi tersebut kepada para ahli tafsir mimpi, ia kemudian mengirim anak perempuannya yang saat itu tengah mengandung. Tatkala tiba di Persia, sang raja mengawasinya, karena bermaksud membunuh cucunya sendiri. Ini disebabkan tafsir mimpi tersebut meramalkan anak dari puterinya itu suatu saat akan menggantikannya sebagai raja. Untuk mencegah mimpi itu menjadi kenyataan, ia menunggu hingga anak itu dilahirkan dan diberi nama Cyrus.

Raja memerintahkan Harpagos, yang merupakan kerabat dan orang kepercayaannya di antara orang Medes. Dia adalah orang yang dipercaya oleh raja untuk mengurus berbagai keperluannya. Raja berkata kepada Harpagos, “Wahai, Harpagos, sahabatku, aku akan menugaskan sesuatu kepadamu yang harus benar-benar kaulakukan. Tapi, jangan melakukan tipu muslihat kepadaku dan jangan ada seorang pun mengetahuinya, karena itu berakibat tidak baik untukmu. Bawalah bayi yang Mandane lahirkan ini ke rumah dan bunuhlah ia. Setelah itu, kau dapat menguburkannya dengan cara apa pun yang kauinginkan.”

Harpagos menjawab, “Wahai, Raja yang agung, tak pernah kaudapati hambamu ini berlaku tidak patuh dan aku pun tak ingin membangkang kepadamu. Jika itu keinginanmu, akan kulaksanakan dengan setia.”

Setelah Harpagos selesai berbicara, bayi laki-laki itu diserahkan ke pangkuannya dilengkapi berbagai hiasan di tubuhnya. Harpagos tersentuh melihatnya mengingat bahwa bayi yang lucu itu diserahkan kepadanya untuk dibunuh. Ia pun pulang ke rumah dalam keadaan menangis tersedu-sedu. Saat berada di rumah, ia mengatakan kepada istrinya apa yang Astyages perintahkan kepadanya. Istrinya bertanya, “Apa yang akan kaulakukan?” Harpagos menjawab, “Aku tidak akan mematuhi Astyages, walaupun dia akan murka dan mengamuk sepuluh kali lebih parah dari biasanya. Aku tak akan memenuhi keinginannya dan melakukan pembunuhan ini. Ada beberapa alasan: pertama, bayi laki-laki ini masih memiliki hubungan darah denganku; selain itu, Astyages sudah tua dan tidak memiliki keturunan laki-laki. Jika ia meninggal, maka kerajaan ini akan diwariskan kepada anak perempuannya, di mana anak laki-lakinya dia perintahkan agar aku bunuh saat ini. Maka, tidakkah aku akan berhadapan dengan bahaya besar? Namun, anak ini harus mati, agar aku selamat. Salah satu orang Astyages yang akan membunuhnya. Bukan aku.”

Setelah berbicara seperti itu, ia mengirim seorang utusan untuk memanggil seorang penggembala ternak milik raja yang bernama Mithradates, yang diketahui tengah bertugas merawat ternak-ternak di sebuah padang rumput pegunungan dan dikelilingi oleh binatang liar. Istri dari penggembala itu juga merupakan budak milik Astyages.

Sang penggembala bergegas memenuhi panggilan Harpagos. Saat keduanya bertemu, Harpagos berkata kepada penggembala itu:

“Astyages memerintahkanmu untuk memelihara anak ini dan memaparkannya ke alam pegunungan liar, di mana ia tak akan selamat di sana. Raja juga telah memerintahkanku untuk berkata kepadamu: ‘Jika kau tidak berhasil membuat anak ini mati, bahkan membiarkannya hidup dengan satu atau berbagai cara, maka kau akan mati dengan cara yang mengenaskan.’ Aku diperintahkan untuk mengawasi hal ini.”

Setelah sang penggembala mendengarkan hal itu, dibawanya bayi laki-laki itu pulang ke kediamannya. Ketika suaminya pergi, istrinya baru saja melahirkan. Mereka saling mengkhawatirkan keadaan masing-masing. Di saat suaminya pulang, sang istri bertanya, apa gerangan yang membuat Harpagos terburu-buru memanggilnya. Sang suami berkata, “Istriku sayang, aku tidak pernah melihat apa yang terjadi pada tuan kita. Rumah Harpagos dipenuhi suara tangisan. Hal itu mengejutkanku. Namun, saat memasukinya, kulihat seorang bayi laki-laki di hadapanku. Ia meronta dan menangis, serta dipakaikan pakaian yang indah dihiasi emas. Sewaktu Harpagos melihatku, segera ia memerintahkanku mengambil bayi  laki-laki tersebut untuk ditempatkan di tengah pegunungan liar. Ia berkata bahwa Astyages telah memerintahkan hal ini dan mengancamku dengan ancaman yang mengerikan apabila aku gagal melaksanakannya. Maka, aku ambil bayi itu dan pergi dengannya. Aku mengira bayi itu anak dari salah satu pembantu raja, karena aku tidak tahu anak siapa. Tetapi, dalam perjalanan pulang aku mengetahui kisah yang sebenarnya dari salah seorang petugas kerajaan yang membawaku ke kota dan menyerahkan bayi ini ke dalam pangkuanku. Ia adalah anak lelaki dari Mandane, puteri Astyages, dan anak Cambyses, putera Cyrus. Astyages memerintahkannya untuk membunuh bayi itu. Lihat, inilah bayinya.”

Seusai berbicara, sang penggembala memperlihatkan bayi itu kepada istrinya. Ketika sang istri melihat betapa kuat bayi laki-laki itu, ia pun menangis tersedu-sedu, hingga terjatuh di kaki suaminya, memohon kepadanya untuk tidak membunuhnya. Namun, ia tidak punya pilihan, karena Harpagos akan mengirim utusannya untuk melihat apakah hal itu telah dilakukan atau tidak. Dia akan dihukum mati dalam keadaan memalukan, jika tidak melaksanakannya. Lalu, sang istri berkata lagi kepadanya, “Jika aku tidak bisa membujukmu, maka lakukanlah ini, agar mereka bisa melihat seorang bayi yang mati. Sesungguhnya, aku baru melahirkan seorang bayi dalam keadaan mati. Ambillah ia dan letakkan di luar, tapi anak dari puteri Astyages ini akan kita rawat seperti anak sendiri. Dengan cara ini, kau tidak menjadi hamba yang tidak patuh dan tidak menyakiti diri kita sendiri. Bayi kita yang terlahir mati akan mendapatkan penguburan secara kerajaan dan nyawa seorang anak laki-laki dapat diselamatkan.”

Sang penggembala itu melakukan apa yang disarankan oleh istrinya. Ia menempatkan bayi laki-lakinya yang telah mati di dalam keranjang, memakaikannya pakaian dan seluruh perhiasan yang ada. Lalu, ia diletakkan di pegunungan. Tiga hari kemudian sang penggembala memperlihatkan jenazah bayi tersebut kepada Harpagos. Harpagos memerintahkan pengawalnya yang paling setia untuk menguburkan bayi—yang sebenarnya merupakan anak laki-laki dari si penggembala. Bayi yang lain tumbuh dalam perawatan istri sang penggembala. Mereka tidak menamainya Cyrus, tapi menggunakan nama lain.

Saat anak laki-laki itu memasuki usia 12 tahun, kebenaran mulai terungkap tanpa disengaja. Anak itu tengah bermain di jalan dengan anak-anak lain seusianya, di sebuah desa, tempat ternak-ternak disimpan. Anak-anak itu bermain dan menunjuk anak si penggembala untuk menjadi raja. Alkisah raja memerintahkan sebagian anak untuk membangun rumah-rumah, yang lain diperintahkan untuk mengusung tombak. Singkat kata, setiap orang mendapat tugasnya masing-masing. Salah satu kawan bermainnya adalah anak dari Artembares, orang terpandang di kalangan Medes. Ketika anak itu tidak melakukan apa yang diperintahkan, maka Cyrus memerintahkan anak-anak yang lain untuk menangkapnya. Mereka pun mematuhinya. Kemudian Cyrus menghukumnya dengan sebuah pukulan yang keras. Ketika dilepaskan, anak itu menjadi sangat marah, seolah telah diperlakukan dengan tidak baik. Ia berlari ke rumah dan mengadukan hal itu kepada ayahnya. Ia tidak menyebut nama “Cyrus”, karena anak itu tidak dijuluki dengan nama itu, melainkan sekadar anak si penggembala.

Artembares marah dan mengadukan hal tersebut bersama anaknya kepada Astyages. Ia merasa anaknya diperlakukan dengan semena-mena dan berkata, “Wahai, Raja yang agung, kami menderita akan kelakuan hamba sahayamu, yaitu oleh anak dari penggembalamu,” sambil memperlihatkan pundak anaknya (yang terluka). Ketika melihat ini, Astyages bermaksud untuk membela anak lelaki Artembares dan memanggil si penggembala beserta anaknya.

Ketika keduanya tiba di hadapan raja, Astyages memandang Cyrus dan berkata, “Kau, anak lelaki orang rendah, berani-beraninya mempermalukan anak lelaki dari seseorang yang aku hormati!” Lalu, Cyrus menjawab, “Tuan Raja, ia hanya menerima apa yang patut ia dapatkan. Karena ia berada di kalangan anak-anak desa, kami bermain bersama dan aku diangkat menjadi raja. Dia percaya aku akan melaksanakannya sebaik mungkin. Anak-anak yang lain melaksanakan apa yang diperintahkan kepadanya, tapi ia tidak patuh dan tidak memperhatikanku sama sekali. Karenanya, ia mendapatkan hukuman. Tetapi, jika aku patut dihukum karena hal itu, maka silakan lakukan.”

Mendengar jawaban anak lelaki itu, Astyages langsung mengenalinya. Karena anak lelaki itu memiliki rupa yang mirip dengannya dan jawaban yang sangat elegan untuk seseorang seusianya, seolah bakatnya mulai tertampakkan seiring dengan pertumbuhan usianya. Hatinya terperanjat. Ia terdiam untuk beberapa saat. Hampir saja ia tidak dapat menahan diri ketika berbicara agar membuat Artembares pergi. Demikian inginnya ia bertanya kepada sang penggembala, tapi tak ada seorang saksi pun hadir. Raja berkata, “Wahai, Artembares, aku akan membereskan hal yang kau dan anakmu keluhkan ini.” Ia pun mempersilakan Artembares pergi. Akan tetapi, Cyrus dibawa ke dalam istana ditemani para pelayan atas perintah Astyages. Ia menyuruh penggembala menunggu sendiri. Saat itulah Astyages bertanya kepadanya, apakah dulu seseorang telah menyerahkan anak itu kepadanya. Namun, penggembala itu menjawab bahwa anak lelaki tersebut adalah anaknya sendiri dan perempuan yang melahirkannya hidup bersamanya. Astyages tidak puas dengan jawaban si penggembala dan berkata bahwa itu adalah jawaban yang tidak bijak. Ia pun lantas memerintahkan para pembawa pedang untuk mengeluarkan pedang siksaan. Ketika si penggembala itu digiring ke tempat penyiksaan, ia pun menceritakan seluruh cerita yang sesungguhnya dan memohon ampunan dari raja. Raja pun mengampuninya, karena ia telah menceritakan hal yang sesungguhnya.

Raja kemudian menugaskan para prajurit yang membawa pedang untuk memanggil Harpagos. Ketika berhadapan dengan Harpagos, Astyages bertanya, “Wahai, sahabatku, Harpagos, ingatkah bagaimana cara kau membunuh anak dari puteriku dulu, yang telah aku serahkan kepadamu?” Melihat keadaan bahwa sang penggembala tengah berdiri di sekitarnya, maka Harpagos memutuskan untuk menceritakan keadaan yang sebenarnya. Astyages mendengarkan sambil menahan amarahnya dan mengatakan kepadanya apa yang diketahuinya dari si penggembala. Ia berkata bahwa anak itu masih hidup dan tumbuh dengan baik. Ia pun menyesali apa yang telah dilakukannya terhadap anak itu dan bagaimana celaan dari puterinya telah mengoyak jiwanya.

“Namun, karena semuanya berakhir dengan baik, kirimlah anakmu untuk menyapa pendatang baru ini dan bergabunglah untuk makan bersamaku, karena aku sudah menyiapkan sebuah pesta sebagai ungkapan sebuah syukur kepada Dewa-dewa yang membuat semua ini terjadi.”

Mendengar hal tersebut, Harpagos bersujud di hadapan raja, memujinya atas kebaikan yang terjadi dan undangannya untuk bergabung di meja jamuan raja demi merayakan kegembiraan ini.

Harpagos pun pulang ke rumah. Tiba di rumah ia mengirim anak lelaki satu-satunya yang berusia sekitar 13 tahun untuk pergi ke Astyages dan memenuhi undangannya. Lalu, Harpagos dengan gembira menceritakan kepada istrinya apa yang telah terjadi kepadanya.

Namun, ketika anak Harpagos tiba di istana, Astyages membunuhnya dan mencincang tubuhnya. Bagian tubuh itu dimasak dan siap disajikan. Ketika saat makan tiba, datanglah Harpagos beserta tamu lainnya. Hidangan daging kambing disajikan untuk Astyages dan tamu-tamu lain, tetapi Harpagos disajikan hidangan yang berisi daging anaknya sendiri. Bagian tubuh yang lain disimpan dalam sebuah kotak yang tersembunyi. Ketika Harpagos mulai menyantap makanan itu, Astyages bertanya kepadanya apakah daging tersebut enak. Saat Harpagos menjawab bahwa ia menikmati makanan itu, maka para pegawai istana diperintahkan membawa kotak yang berisi sisa tubuh anaknya, yaitu bagian kepala, tangan, dan kaki ke hadapan Harpagos. Tatkala membuka kotak itu dan melihat sisa-sisa jasad anaknya, Harpagos tidak memperlihatkan emosinya dan mampu mengendalikan dirinya. Astyages bertanya, apakah ia tahu daging apa yang baru saja ia makan. Harpagos menjawab, “Tentu aku mengetahuinya dan apa pun yang Paduka Raja lakukan adalah baik.” Selesai berkata demikian, ia mengambil daging yang tersisa dan membawanya pulang untuk mengebumikan sisa tubuh anaknya bersama-sama.

Demikianlah pembalasan Astyages kepada Harpagos. Adapun mengenai Cyrus, raja memanggil para tafsir mimpi yang dulu menafsirkan mimpi itu. Mereka pernah berkata bahwa anak lelaki itu harus menjadi raja—jika ia hidup—dan tidak boleh meninggal sebelum waktunya. “Anak lelaki itu masih hidup dan ada di sini. Ia tinggal di negeri ini. Anak-anak desa memilihnya menjadi raja. Ia melakukan semua hal yang seorang raja patut lakukan. Ia menjadi penguasa dan memerintahkan anak yang lain untuk menjadi prajurit, penjaga gerbang, pembawa pesan, dan lain-lain. Bagaimana kalian memaknai ini?” tanya Astyages. Para ahli tafsir menjawab, “Jika anak itu hidup dan telah menjadi raja tanpa bantuan siapa pun, maka kau bisa tenang dan bergembira, karena ia tidak akan lagi diangkat menjadi raja. Telah terjadi beberapa nubuwah berkaitan dengan hal-hal yang tidak penting dan apa yang berdasarkan pada sebuah mimpi cenderung tidak menjadi kenyataan.” Astyages pun berujar, “Wahai, para ahli nujum, aku sepakat dengan pendapatmu bahwa ramalan anak itu telah menjadi raja sudah terwujud ketika ia terpilih oleh kawan-kawannya menjadi raja. Aku tak perlu lagi khawatir kepadanya. Akan tetapi, berilah nasihat kepadaku langkah yang paling aman bagi keluargaku dan diri kalian.” Maka, para ahli nujum itu berkata, “Kirim anak itu jauh-jauh dari Baginda Raja. Kirim ia ke tanah Persia, tempat leluhurnya.” Tatkala Astyages mendengar hal ini, ia pun sangat gembira.

Kemudian Astyages mengirim Cyrus. Ia berkata, “Cucuku, aku telah berbuat keburukan kepadamu, karena terpengaruh oleh sebuah mimpi yang mengerikan, akan tetapi nasib baik telah menyelamatkanmu. Sekarang, pergilah dengan tenang ke negeri Persia. Aku akan memberimu pengawalan untuk tiba di sana. Kau akan bersama ayah dan ibu yang berbeda dari Mithradates dan istrinya.”

Ketika Cyrus tiba di kediaman Cambyses, mereka menerimanya dengan suka cita setelah mengetahui siapa ia sebenarnya. Ini karena mereka semula percaya bahwa Cyrus telah hilang dan mereka selalu bertanya-tanya bagaimana keadaan jasadnya. Cyrus mengatakan bahwa semula ia mengira dirinya anak dari penggembala, tetapi ia mengetahui semuanya dalam perjalanan bersama para pengawal Astyages yang dikirim untuk mendampinginya. Ia mengatakan istri penggembala itu telah menyelamatkannya. Dirinya pun merasa bersyukur karenanya.

Di kemudian hari atas hasutan Harpagos, Cyrus membuat Persia melawan Medes. Perang pun diumumkan dan Cyrus menjadi pemimpin pasukan Persia, yang kemudian mengalahkan Medes di pertempuran. Astyages ditangkap dalam keadaan hidup, tetapi Cyrus tidak menyakitinya dan membiarkannya hidup hingga ajal menjemputnya. Setelah itu, Cyrus menguasai Persia hingga meliputi Asia.

Demikianlah Cyrus dilahirkan dan tumbuh menjadi seorang raja.

(Sumber: The Myth and the Birth of the Hero. Karya Otto Rank. 1914. Terjemahan dan adaptasi oleh Tessa Sitorini. Editing dan proofreading oleh Nina Kirana.)