Dwi Afrianti
8 April 1442, 12.55.
Selasa, 20 April 2021.
Hari ke-3 di Banten, agendanya menyusuri Anyer setelah menjejak di Banten Lama (Serang) dan Cilegon. Di tengah perjalanan, berhenti untuk membeli perbekalan makan-minum pada sebuah minimarket. Di seberangnya, ada sebuah plang yang menarik perhatianku.

Sejak awal melihat plang “Makam Minak Sengaji”, aku sudah mau memotret, bahkan memasuki area pemakaman itu. Tetapi karena malu takut terlalu banyak meminta kepada Pak Suami, akhirnya – sambil malu-malu pun – dengan gerak cepat aku mengambil dokumentasi fotonya dari dalam mobil. Malu, karena takut ditanyain, “Kok gituan aja difoto?” Ternyata pas di Bandung, Pak Suami malah mengapresiasi aku, “Ibu yang model begituan pun bisa tajam melihatnya, ya.”
Hmmm…Sampai di Bandung, ya, baru di Bandung aku mencari tahu siapa Minak Sengaji via internet. Menurut penjelasan H. Ahmad Muzani (70-an tahun), keturunan ke-27, Minak Sengaji adalah pendiri Kota Menggala. Peneliti dari Unila, Prof. H. Hilman Hadikusuma, menyatakan, bahwa Minak Sengaji merupakan penyebar Islam di Menggala. Kota Menggala sendiri, atau masyarakat aslinya menyebut Menggalow, ibukota dari Kabupaten Tulang Bawang, merupakan salah satu kota tertua di Lampung. Kota Menggala sempat disebut sebagai Paris van Lampung, karena menurut peta sejarah kebudayaan dan perdagangan di Nusantara, Tulang Bawang (abad ke-7 M) merupakan salah satu kerajaan tertua di Indonesia. Kebayang lah, ya, bagaimana bisa disebut sebagai Paris van Lampung. Bandingkan saja dengan Bandung.
Menurut catatan Tomé Pires, Kerajaan Sunda mempunyai beberapa pelabuhan dagang di sepanjang pantai utara. Hubungan dagang Kerajaan Sunda, selain bersifat lokal dan regional, juga internasional. Beberapa barang dagangan dari Tulang Bawang seperti lada masuk ke Jawa melalui pelabuhan. Ketika kedudukan dan peranan Kerajaan Sunda mundur, Banten pun menggantikan.
Mawlana Hasanuddin sebagai pendiri Kesultanan Banten, memiliki wilayah kekuasaan juga hingga Lampung dan Sumatera Selatan. Keduanya penghasil lada (merica) yang sangat berperan dalam perdagangan di Banten dari pertengahan abad ke-16 – akhir abad ke-18, sehingga membuat Banten menjadi kota pelabuhan penting yang disinggahi kapal-kapal dagang dari Cina, India, bahkan Eropa. Keadaan seperti ini berlangsung dari pertengahan abad ke-16 hingga akhir abad ke-18. Pada sekitar abad tersebut kekuatan politik Banten memacu perdagangan lada, cengkeh, serta kopi.
Mawlana Hasanuddin, Sultan Banten pertama, bahkan pernah mengadakan perjalanan ke Lampung, Indrapura, Solebar, dan Bengkulu. Menurut tradisi Orang Abung: Menak Paduka dan Menak Kemala Bumi pernah datang ke Banten untuk mempersembahkan pengakuan kekuasaan tertinggi atas Tulang Bawang kepada Banten. Sultan Hasanuddin memberikan gelar Patih Jarumbang kepada Menak Paduka dan gelar Patih Prajurit kepada Menak Kemala Bumi. Keduanya lalu masuk Islam dan menyebarkan Islam di Lampung.Mawlana Hasanuddin sendiri, meminta Minak Sangaji untuk menyebarkan agama Islam di Anyer. Minak Sengaji lalu mendatangi Anyer dengan membawa 40 keluarga dari Lampung dan membaginya menjadi 4 wilayah di tanah Banten: Cikoneng, Salatuhur, Bojong, dan Tegal.
Menurut Kepala Desa Cikoneng, Nur Wahdini, ketika diwawancarai Detik, “Bukti sejarah keberadaan orang Lampung di Banten, salah satunya Pulau Sangiang dan Masjid Darul Falah Cikoneng.”


Masjid Darul Falah bernuansa budaya pra-Islam, Eropa dan Lampung. Corak Islam dari kaligrafinya, Eropa dari bentuk tiang, dan budaya lampung terlihat dari hiasan sleger. Sebagaimana bahkan mesjid di Banten, banyak yang memiliki atap punden berundak tiga.
Hmm, ternyata. Ada maknanya juga, ya, kami menginap di Hotel Sanghyang. Aku memang agak senang menguthak athik gathuk: segala sesuatunya memiliki keterhubungan.

Author Profile
Latest entries
Sosok2023.01.20Mengenal Cyrus yang Agung (Cyrus II)
Khazanah Tashawwuf2022.03.05Pesan Imam Al-Ghazali Sebelum Mengembuskan Napas Terakhir
Banten2022.03.02Menjejak Banten (3): Ada Apa di Museum Kepurbakalaan Banten Lama?
Banten2022.03.02Menjejak Banten (2): Pendiri Empat Perkampungan Lampung di Anyer-Banten: Minak Sengaji